Minggu, 11 Desember 2011

Wisata Di Bali

Sudah tidak disangsikan lagi bahwa Bali memiliki aneka ragam atraksi termasuk daerah wisata pantai, gunung, sawah bahkan desa dan penduduk dengan kebudayaan nya yang unik dan khas, tempat-tempat bersejarah dengan nuansa mistis yang kental dan tentu saja keindahan alamnya yang sangat menawan. Wisatawan asing sering memanggil Bali dengan sebutan The Land Of God atau tanahnya para Dewa.

Berikut ini adalah daftar beberapa tempat menarik yang mungkin bisa anda kunjungi :

Pantai Sanur
Obyek wisata ini terletak di Timur kota Denpasar. Di pantai Sanur dapat dinikmati pantai yang pasirnya hitam dan putih. Di pantai Sanur bisa dilakukan aktifitas watersport bagi penggemar olahraga air.
Travelers Tips :
Pantai Sanur ini relatif tenang sehingga sering disebut sebagai tempat wisatawan yang sudah berumur 50 tahun ke atas. Untuk anda yang mencari ketenangan, keindahan alam dan budaya sambil sayup-sayup mendengan musik tradisional Bali, di sinilah tempatnya.

Pantai Nusa Dua
Obyek wisata Nusa Dua merupakan daerah primadona bagi wisatawan, dengan pantai pasir putihnya, hotel berbintang 5 berderet disepanjang pantai ini. Pantai nusa dua merupakan terusan dari pantai sanur, atraksi watersport juga bisa dilakukan di sini.
Travelers Tips:
Nusa Dua merupakan pantai yang dilengkapi dengan fasilitas wisata yag lengkap. Hotel-hotel bintang lima banyak terdapat di sini, juga permainan water sport seperti fly fish, banana boat, sea walker juga terdapat di sini. Untuk anda yang mencari liburan dengan fasilitas lengkap dan tidak mempermasalahkan biaya, disinilah tempat anda menginap yang tepat.

Pantai Kuta
Pantai Kuta
Pantai Kuta memiliki ombak yang sangat disukai oleh para surfer. Kuta tidak pernah sepi pada malam harinya, live music, karaoke dll, toko dan artshop berderet disepanjang jalan di Kuta, kebanyakan menjual pernak-pernik surfing ataupun barang-barang kerajinan. Hotel berbintang juga ada disini, yang paling terkenal; Hard Rock Beach Club.
Travelers Tips:
Pantai kuta adalah pantainya anak muda, kehidupan berjalan 24 jam di tempat ini. Tepat di samping jalan Kuta terdapat jalan Legian, di sini banyak terdapat toko-toko pakaian, diskotik dan rumah makan, suasananya sangat ramai & meriah. Untuk anda yang senang berbelanja tepat di ujung jalan kuta terdapat tempat perbelanjaan Kuta Square.

Pantai Jimbaran
Mengunjungi pantai Jimbaran sebaiknya di malam hari. Pada malam hari kafe-kafe yang berjejer dipinggir pantai ini ramai dengan aktifitasnya. Disini juga bisa menyantap makanan khas laut yang langsung ditangkap nelayan, karena di sini juga terdapat pusat pelelangan ikan.
Travelers Tips:
Jimbaran adalah pantai yang romantis, sangat cocok untuk anda dengan pasangan anda atau keluarga melaksanakan makan malam sambil melihat pemandangan pantai yang diterangi oleh lampu-lampu obor. Anda tidak boleh melewatkan tempat ini.

Patung GWK (Garuda Wisnu Kencana)
Proyek milyaran rupiah ini bisa dijumpai di Ungasan, di atas bukit Jimbaran. Patung Garuda Kencana dibuat oleh seniman asli Bali Nyoman Nuarta, dengan misi menjadikannya keajaiban dunia ke 8 dan ke 2 di Indonesia. Salah satu pertunjukan yang bisa disaksikan di sini adalah Kecak.
Travelers Tips:
Ini adalah proyek setengah jadi yang tujuanya membuat patung yang ukuranya sangat besar, mungkin seperti patung liberty nya Indonesia. Sayang proyek ini sepertinya terhenti di tengah jalan.

Pura Luhur Uluwatu
Pura ini berdiri di ujung karang paling selatan pulau Bali. Pemandangannya Indah dengan samudra lautan dan sunset dari ujung tebingnya. Di Pura Luhur Uluwatu juga dilaksanakan tarian kecak setiap malam. Kombiasi sunset dan tarian kecak menjadi suguhan tontonan yang tak terlupakan.
Travelers Tips:
Berhati-hatilah dengan barang bawaan anda seperti kacamata, tas dan lainya, karenabinatang kera / monyet yang banyak terdapat di tempat ini sering jahil dengan bencuri barang dari pengunjung untuk dijadikan mainan. Anda juga harus berhati-hati karena Pura Uluwatu terletak di samping jurang yang sangat dalam.

Batubulan
Batubulan merupakan tempat pertunjukan Barong. Terdapat sekitar 5 tempat pementasan baring di daerah Batubulan.

Pasar Sukawati
Ini adalah pasar tradisional yang menjajakan aneka kerajinan dan souvenir. Pasar tradisional ini terletak di Kabupaten Gianyar dan sangat terkenal di Bali maupun luar Bali. Barang-barang yang dijual berupa baju kemeja, T-shirt, sarung pantai yang disablon dengan gambar seni Bali, lukisan, dan barang kerajinan tangan.

Ubud
Ubud sangat terkenal dengan daerah seninya, karena merupakan tempat belajar menari, melukis, mematung kayu atau batu. Di lokasi ini banyak terdapat terdapat sanggar seni dimana wisatawan bisa ikut berlatih seperti memainkan instrumen khas Bali dan menari Bali.

Kintamani
Obyek wisata dengan pemandangan yang indah, danau Batur di Penelokan dan pemandangan gunung Batur. Berada di kintamani seperti berada di atas gunung dengan pemandangan ke bawah berupa danau Batur. Di sekitarnya terdapat rumah-rumah makan tempat anda menikmati makanan sambil melihat pemandangan.

Besakih
Pura Besakih merupakan Pura Hindu terbesar di pulau Bali. Pura ini dibangun dengan sangat megah untuk bersembahyang melakukan pemujaan Dewa Brahma Wisnu Siwa.

Goa Gajah
Goa ini dahulunya merupakan tempat petapaan. Di luar area Goa terdapat patung Ganeca dan permandian penduduk desa berupa pancuran yang masih digunakan sampai sekarang.

Pura Tanah Lot
Pura Tanah Lot merupakan pura paling terkenal di Bali dan sepertinya sudah menjadi ikon pulau Bali. Keunikan pura ini adalah letaknya yang ditengah laut, sehingga apabila laut sedang pasang anda tidak akan bisa mendekat, tetapi apabila air laut sedang surut anda bisa menyebrang dan melihat salah satu keunikanya yaitu pura ini ini dijaga oleh 2 ular berwarna hitam dan putih yang tiap hari kelihatan didampingi oleh pemangkunya.

Pura Taman Ayun
Ciri khas Pura Taman Ayun dikelilingi oleh kolam yang digunakan untuk mengitari pura oleh dayang-dayang dengan perahu kecil. Namun sekarang dipakai untuk kolam pemancingan.

Candi Dasa
Pantai berpasir putih ini mulai terkenal sebagai alternatif dari pantai Kuta yang sudah dirasa terlalu ramai dan kotor. Candi Dasa terletak di sebelah timur pulau Bali.

Celuk
Merupakan pusat kerajinan emas dan perak di pulau Bali. Di sini anda bisa melihat proses pembuatan kerajinan perak dan temtu saja dapat membelinya langsung.

[+/-] Selengkapnya...

NTT dan Pulau Komodo


Pulau Flores dan sekitarnya seperti Pulau Lembata, Adonara, Solor, dan Komodo, dikenal kaya dengan obyek wisata yang unik, dan bernilai tinggi. Empat obyek wisata di antaranya sudah dikenal hingga mancanegara, yakni biawak raksasa komodo di Komodo, taman laut Riung, danau berwarna Kelimutu, dan perburuan paus kotaklema di Lamalera.

Obyek-obyek wisata tadi berada dalam satu lintas tujuan wisata nasional, yakni Bali dan Senggigih di Lombok (Nusa Tenggara Barat). Meski demikian, obyek wisata di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) tadi belum dikelola secara maksimal. Belum bernilai ekonomis bagi daerah dan penduduknya, serta sepi kunjungan wisata.

Kiprah wisata di Flores terputus, tidak hanya dari arah barat (Bali dan Lombok), tetapi juga daratan pulau itu sendiri. Flores yang kini meliputi tujuh kabupaten, termasuk Lembata, belum memiliki payung bersama dalam mengelola pariwisatanya. Mereka masih asyik berjuang sendiri-sendiri.

Tidak dapat disangkal, biawak raksasa komodo yang menghuni kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) di Manggarai Barat, ujung barat Pulau Flores, adalah kekhasan Indonesia. Biawak dari zaman prasejarah ini masih hidup hingga di zaman modern seperti sekarang ini, dan menjadi daya tarik satu-satunya yang dimiliki dunia saat ini. TNK terkenal hingga pelosok dunia karena menyimpan dua objek wisata berdaya tarik tinggi. Selain kadal raksasa komodo tadi, juga bentangan kawasan perairannya yang kaya berbagai jenis biota lautnya.

Biawak komodo (Varanus komodoensis)—reptil darat terbesar di dunia—di TNK hidup menyebar di Pulau Komodo, Rinca, dan Gilimotang. Sekitar 2.000-an ekor reptil ini disebut ora oleh masyarakat setempat dan termasuk binatang pemakan bangkai dan terkadang kanibal. Mangsa yang sekaligus menjadi makanannya adalah rusa, babi hutan, kerbau dan kuda liar.

Kekuatan lain dari TNK adalah kekayaan kandungan air lautnya. Kawasan laut TNK seluas 132.572 hektar, memiliki kandungan biota tergolong kaya di dunia. Hasil penelitian bahkan menyebutkan terumbu karang dalam kawasan TNK sebagai terindah di dunia karena bentuk dan warnanya beraneka. Terumbu karangnya terdiri dari 260 jenis.

Di perairan TNK terdapat lebih dari 1.000 jenis ikan bernilai ekonomis tinggi, seperti kerapu dan ikan napoleon (Chelinus undulatus), jenis ikan langka yang menjadi hidangan bergengsi di China. Perairan TNK juga merupakan tempat berlindung dan bertelur berbagai jenis ikan karang, penyu hijau dan penyu sisik. Perairan yang sama merupakan jalur lintasan sekitar 10 jenis paus, enam jenis lumba-lumba dan ”ikan duyung” dugong.

Setelah mengunjungi TNK biasanya perjalanan wisata di Flores akan dilanjutkan antara lain menuju Riung di Kabupaten Ngada. Selain memiliki perairan laut yang jernih, pulau kelelawar Ontoloe, serta pulau-pula berpasir putih, Riung juga menyimpan potensi taman laut yang indah. Perjalanan wisata ke kawasan Pulau Flores terasa tidak lengkap jika wisatawan tidak menyempatkan diri mengunjungi danau berwarna Kelimutu di Ende. Obyek wisata yang satu ini menyimpan misteri alam yang tiada duanya karena warnanya berubah-ubah dari waktu ke waktu.

Danau ”ajaib” itu ditemukan oleh Van Suchtelen, pegawai pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1915. Danau vulkanik itu dianggap ajaib atau misterius karena warna ketiga danau itu berubah-ubah, seiring dengan perjalanan waktu. Awalnya, Kelimutu memiliki tiga danau masing- masing berwarna merah, putih, dan biru. Selalu berubah-ubah dalam setiap waktu, dan pada media Oktober ini, dua dari tiga danau itu berwarna coklat, lainnya hijau.

DEMOGRAFI :

Ada saat ini hampir 4.000 penduduk yang tinggal di dalam taman tersebar di empat pemukiman (Komodo, Rinca, Kerora, dan Papagaran). Semua desa ada sebelum 1980 sebelum daerah itu dinyatakan sebagai taman nasional. Pada tahun 1928 hanya terdapat 30 orang yang tinggal di Kampung Komodo, dan sekitar 250 orang di Pulau Rinca pada tahun 1930. Populasi meningkat pesat, dan pada tahun 1999, ada 281 keluarga yang berjumlah 1.169 orang di Pulau Komodo, yang berarti bahwa penduduk lokal telah meningkat secara eksponensial. Kampung Komodo telah memiliki peningkatan populasi tertinggi dari desa-desa di dalam Taman Nasional, terutama karena migrasi oleh orang-orang dari Sape, Manggarai, Madura, dan Sulawesi Selatan. Jumlah bangunan di Kampung Komodo telah meningkat pesat dari 30 rumah pada tahun 1958, untuk 194 rumah pada tahun 1994, dan 270 rumah di tahun 2000. Papagaran desa serupa dalam ukuran, dengan 258 keluarga sebanyak 1.078 orang. Pada 1999, populasi Rinca adalah 835, dan populasi Kerora adalah 185 orang. Total populasi saat ini tinggal di Taman adalah 3.267 orang, sementara 16.816 orang tinggal di daerah sekitarnya Taman Nasional.

PENDIDIKAN :

Tingkat rata-rata pendidikan di desa-desa di Taman Nasional Komodo adalah kelas empat SD. Ada sebuah sekolah dasar yang terletak di setiap desa, tetapi para siswa baru tidak direkrut setiap tahun. Rata-rata, setiap desa memiliki empat kelas dan empat guru. Sebagian besar anak-anak dari pulau-pulau kecil di Kecamatan Komodo (Komodo, Rinca, Kerora, Papagaran, Mesa) tidak menyelesaikan sekolah dasar. Kurang dari 10% dari mereka yang tidak lulus dari SD akan melanjutkan ke sekolah tinggi karena kesempatan ekonomi utama (ikan) tidak memerlukan pendidikan lebih lanjut. Anak-anak harus dikirim ke Labuan Bajo untuk menghadiri sekolah tinggi, tetapi hal ini jarang dilakukan dalam keluarga nelayan.

KESEHATAN :

Sebagian besar desa-desa yang terletak di dalam dan sekitar Taman mempunyai fasilitas air tawar yang tersedia sedikit, jika ada, terutama selama musim kemarau. penurunan kualitas air selama periode waktu dan banyak orang menjadi sakit. Malaria dan diare yang merajalela di daerah tersebut. Di pulau Mesa, dengan penduduk sekitar 1.500 orang, tidak ada air segar yang tersedia. Segar air dibawa oleh perahu di jerigen dari Labuan Bajo. Setiap keluarga membutuhkan rata-rata Rp 100.000 .- per bulan untuk membeli air tawar (2000). Hampir setiap desa memiliki fasilitas medis lokal dengan staf, dan setidaknya seorang paramedis. Kualitas fasilitas perawatan medis adalah rendah.

SOSIAL BUDAYA DAN ANTHROPOLOGIC KONDISI :

Bea Cukai Tradisional : masyarakat tradisional di Komodo, Flores dan Sumbawa telah menjadi sasaran pengaruh luar dan pengaruh adat tradisional berkurang. Televisi, radio, dan mobilitas yang meningkat telah semua berperan dalam mempercepat laju perubahan. Telah ada stabil masuknya migran ke daerah itu. Saat ini hampir semua desa terdiri dari lebih dari satu kelompok etnis.

Agama: Sebagian besar nelayan yang tinggal di desa-desa di sekitar Taman Nasional adalah Muslim. Haji memiliki pengaruh kuat dalam dinamika pembangunan masyarakat. Nelayan memanggil dari Sulawesi Selatan (Bajo, Bugis) dan Bima sebagian besar beragama Islam. Komunitas dari Manggarai sebagian besar orang Kristen.

Antropologi dan Bahasa: Ada beberapa situs budaya di dalam Taman Nasional, khususnya di Pulau Komodo. Situs ini tidak didokumentasikan dengan baik, bagaimanapun, dan ada banyak pertanyaan mengenai sejarah inhabitance manusia di pulau itu. Di luar Park, di desa Warloka di Flores, ada tulisan sisa perdagangan Cina beberapa minat. Arkeologi menemukan dari situs ini telah dijarah pada masa lalu. Kebanyakan masyarakat di dalam dan sekitar Taman bisa berbicara bahasa Indonesia. bahasa Bajo adalah bahasa yang digunakan untuk komunikasi sehari-hari di kebanyakan komunitas.

DARATAN LINGKUNGAN FISIK :

Topografi: topografi ini bervariasi, dengan lereng 0-80%. Ada sedikit tanah datar, dan yang umumnya terletak di dekat pantai. ketinggian bervariasi dari permukaan laut sampai 735 m di atas permukaan laut. Puncak tertinggi Gunung Satalibo di Pulau Komodo.

Geologi: Pulau-pulau di Taman Nasional Komodo adalah gunung berapi di asal. Daerah ini berada di persimpangan dua lempeng benua: Sahul dan Sunda. Gesekan dari dua lempeng telah menyebabkan letusan gunung berapi besar dan menyebabkan up-menyodorkan terumbu karang. Meskipun tidak ada gunung berapi aktif di taman, getaran dari Gili Banta (letusan terakhir 1957) dan Gunung Sangeang Api (letusan terakhir 1996) adalah umum. Komodo Barat terbentuk mungkin pada era Jurasic sekitar 130 juta tahun yang lalu. Komodo Timur, Rinca, dan Padar mungkin terbentuk sekitar 49 juta tahun yang lalu pada masa Eosen.

Iklim: Taman Nasional Komodo memiliki curah hujan sedikit atau tidak selama kurang lebih 8 bulan dalam setahun, dan sangat dipengaruhi oleh hujan musiman. Tingkat kelembaban tinggi sepanjang tahun hanya ditemukan di hutan kuasi-awan di puncak gunung dan pegunungan. Suhu umumnya berkisar dari 170C ke 340C, dengan tingkat kelembaban rata-rata 36%. Dari November sampai Maret angin bertiup dari barat dan menyebabkan ombak besar yang melanda seluruh panjang pantai barat pulau Komodo. Dari April sampai Oktober angin kering dan ombak besar menghantam pantai selatan pulau Rinca dan Komodo.

EKOSISTEM DARATAN :

Ekosistem darat sangat dipengaruhi oleh iklim: musim kemarau panjang dengan suhu tinggi dan curah hujan rendah, dan hujan monsun musiman. Taman ini terletak di zona transisi antara flora Australia dan Asia dan fauna. Terestrial ekosistem savana terbuka termasuk rumput-hutan, gugur daun tropis (monsoon) hutan, dan hutan kuasi awan.

Karena iklim yang kering, tanaman kekayaan spesies darat relatif rendah. Mayoritas spesies terestrial adalah xerophytic dan memiliki adaptasi khusus untuk membantu mereka mendapatkan dan mempertahankan air. kebakaran lalu telah memilih untuk spesies yang api-diadaptasi, seperti beberapa spesies rumput dan semak belukar. Terrestrial tanaman yang ditemukan di Taman Nasional Komodo termasuk rumput, semak belukar, anggrek, dan pohon. Penting jenis pohon makanan untuk fauna lokal mencakup curkas Jatropha, Zizyphus sp., Opuntia sp., Tamarindus indicus, Borassus flabellifer, Sterculia foetida, Ficus sp, Cicus sp.., ‘Kedongdong Hutan’ (Saruga floribunda), dan ‘Kesambi’ (Schleichera oleosa).

FAUNA DARAT :

Fauna terestrial keanekaragaman agak miskin dibandingkan dengan fauna laut. Jumlah spesies hewan terestrial ditemukan di Taman tidak tinggi, namun daerah ini penting dari perspektif konservasi karena beberapa spesies endemik .. Banyak mamalia Asiatic berasal (misalnya, rusa, babi, kera, musang). Beberapa reptil dan burung berasal dari Australia. Ini termasuk burung gosong berkaki-jingga, yang kakatua kecil jambul sulpher lebih rendah dan friarbird usil.

Reptil: Yang paling terkenal dari reptil Taman Nasional Komodo adalah Naga Komodo (Varanus komodoensis). Ini adalah salah reptil terbesar di dunia dan dapat mencapai 3 meter atau lebih panjang dan berat lebih dari 70 kg. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang makhluk menarik ini klik di sini.

Selain Naga Komodo dua belas spesies ular terestrial ditemukan di pulau itu. termasuk kobra (Naja naja sputatrix), Russel’s viper pit (Vipera russeli), dan ular berbisa pohon hijau (Trimeresurus albolabris). Kadal meliputi 9 spesies kadal (Scinidae), tokek (Gekkonidae), kadal tanpa kaki (Dibamidae), dan, tentu saja, kadal monitor (Varanidae). Katak termasuk Bullfrog Asia (Kaloula baleata), jeffersoniana Oreophyne dan darewskyi Oreophyne. Mereka biasanya ditemukan di lebih tinggi, ketinggian lembab.

Mamalia: Mamalia termasuk rusa (Cervus timorensis), mangsa utama komodo, kuda (Equus sp.), Kerbau (Bubalus bubalis), babi hutan (Sus scrofa vittatus), kera ekor panjang (Macaca fascicularis) , kelapa musang (Paradoxurus lehmanni hermaphroditus), tikus Rinca endemik (Rattus rintjanus), dan kelelawar buah. Satu juga dapat menemukan kambing, anjing dan kucing domestik.

Burung: Salah satu jenis burung yang utama adalah unggas scrub oranye berkaki (Megapodius reinwardti), burung yang hidup di tanah. Di daerah-daerah savana, 27 spesies yang diamati. Geopelia striata dan Streptopelia chinensis adalah spesies yang paling umum. Di habitat deciduous campuran, 28 jenis burung yang diamati, dan Filemon buceroides, Aenea Ducula, dan Zosterops chloris adalah yang paling umum.

FISIK LINGKUNGAN LAUT :

Wilayah laut merupakan 67% dari Park. Perairan terbuka di Taman Nasional adalah antara 100 dan 200 m deep. Selat antara Rinca dan Flores dan antara Padar dan Rinca, relatif dangkal (30 sampai 70 m dalam), dengan arus pasang surut yang kuat. Kombinasi dari arus kuat, terumbu karang dan pulau membuat navigasi di sekitar pulau-pulau di Taman Nasional Komodo sulit dan berbahaya. pelabuhan dalam Terlindung tersedia di teluk Loh Liang di pantai timur Komodo, Tenggara pantai Padar, dan teluk dari Loh Kima dan Loh Dasami di Pulau Rinca.

Di Utara rentang suhu air Park antara 25 – 29 ° C. Di bagian tengah, suhu berkisar antara 24 dan 28 ° C. Suhu yang terendah di Selatan, mulai 22-28 ° C. Air salinitas sekitar 34 ppt dan air yang cukup jelas, meskipun perairan dekat ke pulau-pulau relatif lebih keruh.

EKOSISTEM LAUT :

Indonesia adalah satu-satunya wilayah khatulistiwa di dunia dimana ada pertukaran flora dan fauna laut antara Samudera Hindia dan samudra Pasifik. Ayat-ayat di Nusa Tenggara (dahulu Kepulauan Sunda Kecil) antara Sunda dan Sahul rak memungkinkan gerakan antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Tiga ekosistem utama di Taman Nasional Komodo adalah padang lamun, terumbu karang, dan hutan bakau. Taman mungkin merupakan rute migrasi Cetacea biasa.

FLORA LAUT :

Tiga besar tumbuhan laut pesisir alga, lamun dan pohon bakau. Alga merupakan tanaman primitif, yang tidak memiliki akar sejati, daun atau batang. Sebuah alga terumbu-bangunan penting adalah alga merah seperti karang merah, yang sebenarnya mengeluarkan kerangka kapur keras yang dapat menatah dan semen karang mati bersama-sama. Lamun adalah tumbuhan modern yang menghasilkan bunga, buah dan biji untuk reproduksi. Seperti namanya, mereka umumnya tampak seperti pisau besar rumput laut yang tumbuh di pasir dekat pantai. Thallasia sp. dan Zastera spp. adalah spesies umum yang ditemukan di Taman. pohon Mangrove dapat hidup di tanah atau air asin, dan ditemukan di seluruh Park. Penilaian sumberdaya mangrove mengidentifikasi setidaknya 19 spesies mangrove sejati dan beberapa spesies lebih dari perusahaan asosiasi mangrove dalam batas-batas Park.

FAUNA LAUT :

Taman Nasional Komodo termasuk salah satu lingkungan terkaya di dunia laut. Ini terdiri dari foram, Cnidaria (mencakup lebih dari 260 spesies terumbu karang bangunan), spons (70 jenis), ascidia, cacing laut, moluska, echinodermata, krustasea, dan ikan bertulang rawan (lebih dari 1.000 spesies), reptil laut, dan mamalia laut (lumba-lumba, paus, dan dugong). Beberapa spesies terkenal dengan nilai komersial tinggi termasuk teripang (Holothuria), napoleon (Cheilinus undulatus), dan kerapu.

[+/-] Selengkapnya...

Kebudayaan Nasional

Budaya Indonesia adalah seluruh kebudayaan nasional, kebudayaan lokal, maupun kebudayaan asal asing yang telah ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945. Kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni:

" kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli bai Masyarakat Pendukukungnya, Semarang: P&K, 1995 "

kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya: 

“ Yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama.Nunus Supriadi, “Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan Nasional ”

Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal 32. Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada pasal 32 dan munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan adanya kemungkinan perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak dijelaskan secara gamblang.

Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan angsa yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar dan menglami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional.

Wujud kebudayaan daerah di Indonesia

Rumah Adat
Rumah Gadang (Sumatera Barat)
  • Aceh: Rumoh Aceh
  • Sumatera Barat: Rumah Gadang
  • Sumatera Selatan: Rumah Limas
  • Jawa: Joglo
  • Papua: Honai
  • Sulawesi Selatan: Tongkonan (Tana Toraja), Bola Soba (Bugis Bone), Balla Lompoa (Makassar Gowa)
  • Sulawesi Tenggara: Istana buton
  • Sulawesi Utara: Rumah Panggung
  • Kalimantan Barat: Rumah Betang
  • Nusa Tenggara Timur: Lopo
  • Maluku: Balieu (dari bahasa Portugis)
Tarian
Tarian Pakarena di Pulau Selayar di masa Hindia Belanda
  • Jawa: Bedaya, Kuda Lumping, Reog
  • Bali: Kecak, Barong/ Barongan, Pendet
  • Maluku: Cakalele, Orlapei, Katreji
  • Aceh: Saman, Seudati
  • Minangkabau: Tari Piring, Tari Payung, Tari Indang, Tari Randai, Tari Lilin
  • Betawi: Yapong
  • Sunda: Jaipong, Tari Topeng
  • Timor NTT: Likurai, Bidu, Tebe, Bonet, Pado'a, Rokatenda, Caci
  • Batak Toba & Suku Simalungun: Tortor
  • Sulawesi Selatan: Tari Pakkarena, Tarian Anging Mamiri, Tari Padduppa, Tari 4 Etnis
  • Sulawesi Tengah: Dero
  • Gorontalo : Tari Saronde , Tari Elengge ,Tari Dana-Dana ,Tari Polopalo ,Tari Pore-Pore
  • Pesisir Sibolga/Tapteng: Tari Sapu Tangan , Tari Adok , Tari Anak , Tari Pahlawan , Tari Lagu Duo , Tari Perak , Tari Payung
  • Riau: Persembahan, Zapin, Rentak Bulian, Serampang Dua Belas
  • Lampung: Bedana, Sembah, Tayuhan, Sigegh, Labu Kayu
  • Irian Jaya: ( Musyoh, Selamat Datang )
  • Nias: Famaena
Tari Jaipong (Jawa barat)
Lagu
  • Jakarta: Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang Kangkung, Keroncong Kemayoran, Surilang, Terang Bulan
  • Maluku: Rasa Sayang-sayange, Ayo Mama, Buka Pintu, Burung Tantina, Goro-Gorone, Huhatee, Kole-Kole, Mande-Mande, Ole Sioh, O Ulate, Sarinande,Tanase
  • Melayu: Tanjung Katung
  • Aceh: Bungong Jeumpa, Lembah Alas, Piso Surit
  • Kalimantan Selatan: Ampar-Ampar Pisang, Paris Barantai, Saputangan Bapuncu Ampat
  • Nusa Tenggara Timur: Anak Kambing Saya, Oras Loro Malirin, Sonbilo, Tebe Onana, Ofalangga, Do Hawu, Bolelebo, Lewo Ro Piring Sina, Bengu Re Le Kaju,Aku Retang, Gaila Ruma Radha, Desaku, Flobamora, Potong Bebek Angsa
  • Sulawesi Selatan: Angin Mamiri, Pakarena, Sulawesi Parasanganta, Ma Rencong
  • Sumatera Utara: Anju Ahu, Bungo Bangso, Cikala Le Pongpong, Bungo Bangso, Butet, Dago Inang Sarge, Lisoi, Madekdek Magambiri, Mariam Tomong, Nasonang Dohita Nadua, Rambadia,Sengko-Sengko, Siboga Tacinto, Sinanggar Tulo, Sing Sing So, Tapian Nauli
  • Papua/Irian Barat: Apuse, Yamko Rambe Yamko
  • Sumatera Barat: Ayam Den Lapeh, Barek Solok, Dayung Palinggam, Kambanglah Bungo, Kampuang Nan Jauh Di Mato, Ka Parak Tingga, Malam Baiko, Kampuang nan Jauh di Mato, Kambanglah Bungo, Indang Sungai Garinggiang, Rang Talu
  • Jambi: Batanghari, Soleram, Injit-Injit Semut, Pinang Muda, Selendang Mayang
  • Jawa Barat: Bubuy Bulan, Cing Cangkeling, Es Lilin, Karatagan Pahlawan, Manuk Dadali, Panon Hideung, Peuyeum Bandung, Pileuleuyan, Tokecang
  • Kalimantan Barat: Cik-Cik Periuk, Cak Uncang, Batu Ballah, Alok Galing, Tandak Sambas, Sungai Sambas Kebanjiran, Alon-Alon
  • Sumatera Selatan: Cuk Mak Ilang, Dek Sangke, Gending Sriwijaya, Kabile-bile, Tari Tanggai
  • Banten: Dayung Sampan
  • Sulawesi Utara: Esa Mokan, O Ina Ni Keke, Si Patokaan, Sitara Tillo
  • Jawa Tengah: Gambang Suling, Gek Kepriye, Gundul Pacul, Ilir-ilir, Jamuran, Bapak Pucung, Yen Ing Tawang Ono Lintang, Stasiun Balapan
  • Nusa Tenggara Barat: Helele U Ala De Teang, Moree, Orlen-Orlen, Pai Mura Rame, Tebe Onana, Tutu Koda
  • Kalimantan Timur: Indung-Indung
  • Kalimantan Tengah: Kalayar
  • Jawa Timur: Keraban Sape, Tanduk Majeng
  • Bengkulu: Lalan Belek
  • Bali: Mejangeran, Ratu Anom
  • Sulawesi Tenggara: Peia Tawa-Tawa
  • Yogyakarta: Pitik Tukung, Sinom, Suwe Ora Jamu, Te Kate Dipanah
  • Sulawesi Tengah: Tondok Kadadingku, Tope Gugu
  • Sulawesi Barat: Bulu Londong, Malluya, Io-Io, Ma'pararuk
  • Gorontalo: Hulondalo li Pu'u , Bulalo Lo Limutu , Wanu Mamo Leleyangi
Musik
  • Jakarta: Keroncong Tugu
  • Melayu: Hadrah, Makyong, Ronggeng
  • Makassar: Gandrang Bulo, Sinrilik
  • Pesisir Sibolga/Tapteng: Sikambang
  • Jawa Barat: karawitan
Gamelan
Alat musik 
  • Jawa: Gamelan, Kendang Jawa.
  • Nusa Tenggara Timur: Sasando, Gong dan Tambur, Juk Dawan, Gitar Lio.
  • Gendang Bali, Gendang Simalungun, Gendang Melayu, Gandang Tabuik, Sasando, Talempong, Tifa, Saluang, Rebana, Bende, Kenong, Keroncong, Serunai, Jidor, Suling Lembang.
  • Suling Sunda, Dermenan, Saron, Kecapi, Bonang, Angklung, Calung, Kulintang, Gong Kemada, Gong Lambus, Rebab, Tanggetong, Gondang Batak, Kecapi, Kesok-Kesok.
Gambar
  • Jawa: Wayang.
  • Tortor: Batak
Patung
  • Jawa: Patung Buto, patung Budha.
  • Bali: Garuda.
  • Irian Jaya: Asmat.
Pakaian
  • Jawa: Batik.
  • Sumatra Utara: Ulos, Suri-suri, Gotong.
  • Sumatra Utara, Sibolga: Anak Daro & Marapule.
  • Sumatra Selatan: Songket
  • Lampung: Tapis, Sasiringan
  • Tenun Ikat Nusa Tenggara Timur
  • Bugis - MakassarBaju Bodo dan Jas Tutup, Baju La'bu
  • Papua Timur : Manawou
  • Papua Barat : Ewer
Suara
  • Jawa: Sinden.
  • Sumatra: Tukang cerita.
  • Talibun: (Sibolga, Sumatera Utara)
  • Gorontalo: (Dikili)
Sastra/tulisan
  • Jawa: Babad Tanah Jawa, karya-karya Ronggowarsito.
  • Bali: karya tulis di atas Lontar.
  • Sumatra bagian timur (Melayu): Hang Tuah
  • Sulawesi Selatan Naskah Tua Lontara
  • Timor Ai Babelen, Ai Kanoik
Makanan (Artikel utama untuk bagian ini adalah: Daftar masakan Indonesia)
  • Timor: Jagung Bose, Daging Se'i, Ubi Tumis.
  • Sumatera bagian Barat: Sate Padang
  • Sumatera bagian Selatan: Pempek Palembang
  • Jakarta: Soto Betawi
  • Jogjakarta: Gudeg
  • Jawa Timur: Rawon
  • Gorontalo: Binde Biluhuta
  • Sulawesi Utara: Bubur Manado(Tinutuan)
Kebudayaan Modern Khas Indonesia
  • Musik Dangdut: Elvie Sukaesih, Rhoma Irama.
  • Film Indonesia: "Daun di Atas Bantal" (1998) yang mendapat penghargaan Film terbaik di "Asia Pacific Film Festival" di Taipei.
  • Sastra: Pujangga Baru.

[+/-] Selengkapnya...

Sabtu, 10 Desember 2011

Tari Kecak


Tak diketahui secara pasti darimana tari kecak berasal dan dimana pertama kali berkembang, namun ada suatu macam kesepakatan pada masyarakat Bali kecak pertama kali berkembang menjadi seni pertujukan di Bona, Gianyar, sebagai pengetahuan tambahan kecak pada awalnya merupakan suatu tembang atau musik yang dihasil dari perpaduan suara yang membentuk melodi yang biasanya dipakai untuk mengiringi tari Sanghyang yang disakralkan. Dan hanya dapat dipentaskan di dalam pura. Kemudian pada awal tahun 1930an seniman dari desa Bona, Gianyar mencoba untuk mengembangkan tarian kecak dengan mengambil bagian cerita Ramayana yang didramatarikan sebagai pengganti Tari Sanghyang sehingga tari ini akhirnya bisa dipertontontan di depan umum sebagai seni pertunjukan. Bagian cerita Ramayana yang diambil pertama adalah dimana saat Dewi Sita diculik oleh Raja Rahwana.

Perkembangan Tari Kecak Di Bali

Tari kecak di Bali mengalami terus mengalami perubahan dan perkembangan sejak tahun 1970-an. Perkembangan yang bisa dilihat adalah dari segi cerita dan pementasan. Dari segi cerita untuk pementasan tidak hanya berpatokan pada satu bagian dari Ramayana tapi juga bagian bagian cerita yang lain dari Ramayana.

Kemudian dari segi pementasan juga mulai mengalami perkembangan tidak hanya ditemui di satu tempat seperti Desa Bona, Gianyar namun juga desa desa yang lain di Bali mulai mengembangkan tari kecak sehingga di seluruh Bali terdapat puluhan group kecak dimana anggotanya biasanya para anggota banjar. Kegiatan kegiatan seperti festival tari Kecak juga sering dilaksanakan di Bali baik oleh pemerintah atau pun oleh sekolah seni yang ada di Bali. Serta dari jumlah penari terbanyak yang pernah dipentaskan dalam tari kecak tercatat pada tahun 1979 dimana melibatkan 500 orang penari. Pada saat itu dipentaskan kecak dengan mengambil cerita dari Mahabarata.

Namun rekor ini dipecahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tabanan yang menyelenggarakan kecak kolosal dengan 5000 penari pada tanggal 29 September 2006, di Tanah Lot, Tabanan, Bali.

Pola Tari Kecak

Sebagai suatu pertunjukan tari kecak didukung oleh beberapa factor yang sangat penting, Lebih lebih dalam pertunjukan kecak ini menyajikan tarian sebagai pengantar cerita, tentu musik sangat vital untuk mengiringi lenggak lenggok penari. Namun dalam dalam Tari Kecak musik dihasilkan dari perpaduan suara angota cak yang berjumlah sekitar 50 – 70 orang semuanya akan membuat musik secara akapela, seorang akan bertindak sebagai pemimpin yang memberika nada awal seorang lagi bertindak sebagai penekan yang bertugas memberikan tekanan nada tinggi atau rendah seorang bertindak sebagai penembang solo, dan sorang lagi akan bertindak sebagai ki dalang yang mengantarkan alur cerita. Penari dalam tari kecak dalam gerakannya tidak mestinya mengikuti pakem-pakem tari yang diiringi oleh gamelan. Jadi dalam tari kecak ini gerak tubuh penari lebih santai karena yang diutamakan adalah jalan cerita dan perpaduan suara.

[+/-] Selengkapnya...

Jumat, 09 Desember 2011

Bali

Kalau pada zaman Romawi orang melakukan perjalanan wisata karena kebutuhan praktis, dambaan ingin tahu dan dorongan keagamaan, maka pada zaman Hindu di Nusantara / Indonesia khususnya di Bali telah terjadi pula perjalanan wisata karena dorongan keagamaan. Perjalanan Rsi Markandiya sekitar abad 8 dari Jawa ke Bali, telah melakukan perjalanan wisata dengan membawa misi-misi keagamaan. 

Demikian pula Empu Kuturan yang mengembangkan konsep Tri Sakti di Bali datang sekitar abad 11 kemudian Dang Hyang Nirartha (Pedanda Sakti Wawu Rawuh) pada abad ke 16 datang ke Bali sebagai misi keagamaan dengan titik berat pada konsep Upacara. Perjalanan wisata internasional di Bali telah dimulai pada permulaan abad 20 dimana sebelumnya bahwa Bali diketemukan oleh orang Belanda tahun 1579 yaitu oleh ekspedisi (Cornellis de Houtman) dalam perjalanannya mengelilingi dunia untuk mencari rempah-rempah lalu sampai di Indonesia. 

Dari Pulau Jawa misi tersebut berlayar menuju ke Timur dan dari kejauhan terlihatlah sebuah pulau yang merimbun. Dikiranya pulau tersebut menghasilkan rempah-rempah. Setelah mereka mendarat, mereka tidak menemukan rempah-rempah. Hanya sebuah kehidupan dengan kebudayaannya yang menurut pandangan mereka sangat unik, tidak pernah dijumpai di tempat lain yang dikunjungi selama mereka mengelilingi dunia, alamnya sangat indah dan mempunyai magnet/daya tarik tersendiri. Pulau ini oleh penduduknya dinamakan Bali. Inilah yang mereka laporkan kepada Raja Belanda pada waktu itu. 
Kemudian pada tahun 1920 mulailah wisatawan dari Eropa datang ke Bali. Hal ini terjadi berkat dari kapal-kapal dagang Belanda yaitu KPM (Koninklijke Paketcart Maatsckapy) yang dalam usahanya mencari rempah-rempah ke Indonesia dan juga agar kapal-kapal tersebut mendapat penumpang dalam perjalanannya ke Indonesia lalu mereka memperkenalkan Bali di Eropa sebagai (the Island of God). 

Tari Pendet


Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura, tempat ibadat umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi "ucapan selamat datang", meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius. Pencipta/koreografer bentuk modern tari ini adalah I Wayan Rindi (? - 1967).

Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, dewasa maupun gadis.

Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik.

Tari putri ini memiliki pola gerak yang lebih dinamis daripada Tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan. Biasanya ditampilkan setelah Tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan, dan perlengkapan sesajen lainnya.Tari Pendet termasuk dalam jenis tarian wali, yaitu tarian Bali yang dipentaskan khusus untuk keperluan upacara keagamaan. Tarian ini diciptakan oleh seniman tari Bali, I Nyoman Kaler, pada tahun 1970-an.

[+/-] Selengkapnya...

Selasa, 06 Desember 2011

Candi Borobudur



Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yeng diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang didalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).

Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha. Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.

Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam. Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia.

Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah obyek wisata tunggal di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan.

Sejarah Candi Borobudur

Pembangunan


Tidak ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan apa kegunaannya. Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 AD, masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah, yang kala itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75 tahun dan dirampungkan pada masa pemerintahan Samaratungga pada tahun 825.

Terdapat kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa kala itu beragama Hindu atau Buddha. Wangsa Sailendra diketahui sebagai penganut agama Buddha aliran Mahayana yang taat, akan tetapi melalui temuan prasasti Sojomerto menunjukkan bahwa mereka mungkin awalnya beragama Hindu Siwa. Pada kurun waktu itulah dibangun berbagai candi Hindu dan Buddha di Dataran Kedu. Candi Buddha Borobudur dibangun pada kurun waktu yang hampir bersamaan dengan candi-candi di Dataran Prambanan termasuk candi Siwa Prambanan. Pada tahun 732 AD, raja beragama Siwa Sanjaya memerintahkan pembangunan bangunan suci Shiwalingga yang dibangun di perbukitan Gunung Wukir, letaknya hanya 10 km (6.2 mil) sebelah timur dari Borobudur.

Pembangunan candi-candi Buddha — termasuk Borobudur — saat itu dimungkinkan karena pewaris Sanjaya, Rakai Panangkaran memberikan izin kepada umat Buddha untuk membangun candi. Bahkan untuk menunjukkan penghormatannya, Panangkaran menganugerahkan desa Kalasan kepada sangha (komunitas Buddha), untuk pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang dibangun untuk memuliakan Bodhisattwadewi Tara, sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Kalasan berangka tahun 778 Masehi. Petunjuk ini dipahami oleh para arkeolog, bahwa pada masyarakat Jawa kuno, agama tidak pernah menjadi masalah yang dapat menuai konflik, dengan dicontohkan raja penganut agama Hindu bisa saja menyokong dan mendanai pembangunan candi Buddha, demikian pula sebaliknya. Akan tetapi diduga terdapat persaingan antara dua wangsa kerajaan pada masa itu — wangsa Syailendra yang menganut Buddha dan wangsa Sanjaya yang memuja Siwa — yang kemudian wangsa Sanjaya memenangi pertempuran pada tahun 856 di perbukitan Ratu Boko. Ketidakjelasan juga timbul mengenai candi Lara Jonggrang di Prambanan, candi megah yang dipercaya dibangun oleh sang pemenang Rakai Pikatan sebagai jawaban wangsa Sanjaya untuk menyaingi kemegahan Borobudur milik wangsa Syailendra, akan tetapi banyak pihak percaya bahwa terdapat suasana toleransi dan kebersamaan yang penuh kedamaian antara kedua wangsa ini yaitu pihak Sailendra juga terlibat dalam pembangunan Candi Siwa di Prambanan.

Borobudur ditelantarkan

Borobudur tersembunyi dan terlantar selama berabad-abad terkubur di bawah lapisan tanah dan debu vulkanik yang kemudian ditumbuhi pohon dan semak belukar sehingga Borobudur kala itu benar-benar menyerupai bukit. Alasan sesungguhnya penyebab Borobudur ditinggalkan hingga kini masih misteri. Tidak diketahui secara pasti sejak kapan bangunan suci ini tidak lagi menjadi pusat ziarah umat Buddha. Pada kurun 928 dan 1006, Raja Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan Medang ke kawasan Jawa Timur setelah serangkaian letusan gunung berapi. tidak dapat dipastikan apakah faktor inilah yang menyebabkan Borobudur ditinggalkan, akan tetapi beberapa sumber menduga bahwa sangat mungkin Borobudur mulai ditinggalkan pada periode ini. Bangunan suci ini disebutkan secara samar-samar sekitar tahun 1365, oleh Mpu Prapanca dalam naskahnya Nagarakretagama yang ditulis pada masa kerajaan Majapahit. Ia menyebutkan adanya "Wihara di Budur". Selain itu Soekmono (1976) juga mengajukan pendapat populer bahwa candi ini mulai benar-benar ditinggalkan sejak penduduk sekitar beralih keyakinan kepada Islam pada abad ke-15.

Monumen ini tidak sepenuhnya dilupakan, melalui dongeng rakyat Borobudur beralih dari sebagai bukti kejayaan masa lampau menjadi kisah yang lebih bersifat tahayul yang dikaitkan dengan kesialan, kemalangan dan penderitaan. Dua Babad Jawa yang ditulis abad ke-18 menyebutkan nasib buruk yang dikaitkan dengan monumen ini. Menurut Babad Tanah Jawi (Sejarah Jawa), monumen ini merupakan faktor fatal bagi Mas Dana, pembangkang yang memberontak kepada Pakubuwono I, raja Kesultanan Mataram pada 1709. Disebutkan bahwa bukit "Redi Borobudur" dikepung dan para pemberontak dikalahkan dan dihukum mati oleh raja. Dalam Babad Mataram (Sejarah Kerajaan Mataram), monumen ini dikaitkan dengan kesialan Pangeran Monconagoro, putra mahkota Kesultanan Yogyakarta yang mengunjungi monumen ini pada 1757. Meskipun terdapat tabu yang melarang orang untuk mengunjungi monumen ini, "Sang Pangeran datang dan mengunjungi satria yang terpenjara di dalam kurungan (arca buddha yang terdapat di dalam stupa berterawang)". Setelah kembali ke keraton, sang Pangeran jatuh sakit dan meninggal dunia sehari kemudian. Dalam kepercayaan Jawa pada masa Mataram Islam, reruntuhan bangunan percandian dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh halus dan dianggap wingit (angker) sehingga dikaitkan dengan kesialan atau kemalangan yang mungkin menimpa siapa saja yang mengunjungi dan mengganggu situs ini. Meskipun secara ilmiah diduga, mungkin setelah situs ini tidak terurus dan ditutupi semak belukar, tempat ini pernah menjadi sarang wabah penyakit seperti demam berdarah atau malaria.

[+/-] Selengkapnya...

Sejarah Kesultanan Kutai Kartanegara

Ditinjau dari sejarah Indonesia kuno, Kerajaan Kutai merupakan kerajaan tertua di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya 7 buah prasasti yang ditulis diatas yupa (tugu batu) yang ditulis dalam bahasa Sansekerta dengan menggunakan huruf Pallawa. Berdasarkan paleografinya, tulisan tersebut diperkirakan berasal dari abad ke-5 Masehi.

Dari prasasti tersebut dapat diketahui adanya sebuah kerajaan dibawah kepemimpinan Sang Raja Mulawarman, putera dari Raja Aswawarman, cucu dari Maharaja Kudungga. Kerajaan yang diperintah oleh Mulawarman ini bernama Kerajaan Kutai Martadipura, dan berlokasi di seberang kota Muara Kaman.

Pada awal abad ke-13, berdirilah sebuah kerajaan baru di Tepian Batu atau Kutai Lama yang bernama Kerajaan Kutai Kartanegaradengan rajanya yang pertama, Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300-1325). 

Dengan adanya dua kerajaan di kawasan Sungai Mahakam ini tentunya menimbulkan friksi diantara keduanya. Pada abad ke-16 terjadilah peperangan diantara kedua kerajaan Kutai ini. Kerajaan Kutai Kartanegara dibawah rajanya Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa akhirnya berhasil menaklukkan Kerajaan Kutai Martadipura. Raja kemudian menamakan kerajaannya menjadiKerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.

Pada abad ke-17 agama Islam diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai Kartanegara. Selanjutnya banyak nama-nama Islami yang akhirnya digunakan pada nama-nama raja dan keluarga kerajaan Kutai Kartanegara. Sebutan raja pun diganti dengan sebutan Sultan. Sultan yang pertama kali menggunakan nama Islam adalah Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778).

Tahun 1732, ibukota Kerajaan Kutai Kartanegara pindah dari Kutai Lama ke Pemarangan.


Perpindahan ibukota Kerajaan Kutai Kartanegara dari Kutai Lama (1300-1732) ke Pemarangan (1732-1782) kemudian pindah ke Tenggarong (1782-kini).

Sultan Aji Muhammad Idris yang merupakan menantu dari Sultan Wajo Lamaddukelleng berangkat ke tanah Wajo, Sulawesi Selatan untuk turut bertempur melawan VOC bersama rakyat Bugis. Pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara untuk sementara dipegang oleh Dewan Perwalian.

Pada tahun 1739, Sultan A.M. Idris gugur di medan laga. Sepeninggal Sultan Idris, terjadilah perebutan tahta kerajaan oleh Aji Kado. Putera mahkota kerajaan Aji Imbut yang saat itu masih kecil kemudian dilarikan ke Wajo. Aji Kado kemudian meresmikan namanya sebagai Sultan Kutai Kartanegara dengan menggunakan gelar Sultan Aji Muhammad Aliyeddin.

Setelah dewasa, Aji Imbut sebagai putera mahkota yang syah dari Kesultanan Kutai Kartanegara kembali ke tanah Kutai. Oleh kalangan Bugis dan kerabat istana yang setia pada mendiang Sultan Idris, Aji Imbut dinobatkan sebagai Sultan Kutai Kartanegara dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin. Penobatan Sultan Muslihuddin ini dilaksanakan di Mangkujenang (Samarinda Seberang). Sejak itu dimulailah perlawanan terhadap Aji Kado.

Perlawanan berlangsung dengan siasat embargo yang ketat oleh Mangkujenang terhadap Pemarangan. Armada bajak laut Sulu terlibat dalam perlawanan ini dengan melakukan penyerangan dan pembajakan terhadap Pemarangan. Tahun 1778, Aji Kado meminta bantuan VOC namun tidak dapat dipenuhi.

Pada tahun 1780, Aji Imbut berhasil merebut kembali ibukota Pemarangan dan secara resmi dinobatkan sebagai sultan dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin di istana Kesultanan Kutai Kartanegara. Aji Kado dihukum mati dan dimakamkan di Pulau Jembayan.

Aji Imbut gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin memindahkan ibukota Kesultanan Kutai Kartanegara ke Tepian Pandan pada tanggal 28 September 1782. Perpindahan ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh kenangan pahit masa pemerintahan Aji Kado dan Pemarangan dianggap telah kehilangan tuahnya. Nama Tepian Pandan kemudian diubah menjadi Tangga Arung yang berarti Rumah Raja, lama-kelamaan Tangga Arung lebih populer dengan sebutan Tenggarong dan tetap bertahan hingga kini.

Pada tahun 1838, Kesultanan Kutai Kartanegara dipimpin oleh Sultan Aji Muhammad Salehuddin setelah Aji Imbut mangkat pada tahun tersebut.

Pada tahun 1844, 2 buah kapal dagang pimpinan James Erskine Murray asal Inggris memasuki perairan Tenggarong. Murray datang ke Kutai untuk berdagang dan meminta tanah untuk mendirikan pos dagang serta hak eksklusif untuk menjalankan kapal uap di perairan Mahakam. Namun Sultan A.M. Salehuddin mengizinkan Murray untuk berdagang hanya di wilayah Samarinda saja. Murray kurang puas dengan tawaran Sultan ini. Setelah beberapa hari di perairan Tenggarong, Murray melepaskan tembakan meriam kearah istana dan dibalas oleh pasukan kerajaan Kutai. Pertempuran pun tak dapat dihindari. Armada pimpinan Murray akhirnya kalah dan melarikan diri menuju laut lepas. Lima orang terluka dan tiga orang tewas dari pihak armada Murray, dan Murray sendiri termasuk diantara yang tewas tersebut.
Relief peristiwa pertempuran Awang Long
Senopati pada Monumen Pancasila, Tenggarong
Insiden pertempuran di Tenggarong ini sampai ke pihak Inggris. Sebenarnya Inggris hendak melakukan serangan balasan terhadap Kutai, namun ditanggapi oleh pihak Belanda bahwa Kutai adalah salah satu bagian dari wilayah Hindia Belanda dan Belanda akan menyelesaikan permasalahan tersebut dengan caranya sendiri. Kemudian Belanda mengirimkan armadanya dibawah komando t'Hooft dengan membawa persenjataan yang lengkap. Setibanya di Tenggarong, armada t'Hooft menyerang istana Sultan Kutai. Sultan A.M. Salehuddin diungsikan ke Kota Bangun. Panglima perang kerajaan Kutai, Awang Long gelar Pangeran Senopati bersama pasukannya dengan gagah berani bertempur melawan armada t'Hooft untuk mempertahankan kehormatan Kerajaan Kutai Kartanegara. Awang Long gugur dalam pertempuran yang kurang seimbang tersebut dan Kesultanan Kutai Kartanegara akhirnya kalah dan takluk pada Belanda.

Pada tanggal 11 Oktober 1844, Sultan A.M. Salehuddin harus menandatangani perjanjian dengan Belanda yang menyatakan bahwa Sultan mengakui pemerintahan Hindia Belanda dan mematuhi pemerintah Hindia Belanda di Kalimantan yang diwakili oleh seorang Residen yang berkedudukan di Banjarmasin. Tahun 1846, H. von Dewall menjadi administrator sipil Belanda yang pertama di pantai timur Kalimantan. Pada tahun 1850, Sultan A.M. Sulaiman memegang tampuk kepemimpinan Kesultanan Kutai kartanegara Ing Martadipura.

Pada tahun 1853, pemerintah Hindia Belanda menempatkan J. Zwager sebagai Assisten Residen di Samarinda. Saat itu kekuatan politik dan ekonomi masih berada dalam genggaman Sultan A.M. Sulaiman (1850-1899).

Pada tahun 1863, kerajaan Kutai Kartanegara kembali mengadakan perjanjian dengan Belanda. Dalam perjanjian itu disepakati bahwa Kerajaan Kutai Kartanegara menjadi bagian dari Pemerintahan Hindia Belanda.

Tahun 1888, pertambangan batubara pertama di Kutai dibuka di Batu Panggal oleh insinyur tambang asal Belanda, J.H. Menten. Menten juga meletakkan dasar bagi ekspoitasi minyak pertama di wilayah Kutai. Kemakmuran wilayah Kutai pun nampak semakin nyata sehingga membuat Kesultanan Kutai Kartanegara menjadi sangat terkenal di masa itu. Royalti atas pengeksloitasian sumber daya alam di Kutai diberikan kepada Sultan Sulaiman.

Tahun 1899, Sultan Sulaiman wafat dan digantikan putera mahkotanya Aji Mohammad dengan gelar Sultan Aji Muhammad Alimuddin.

A.P Mangkunegoro
Pada tahun 1907, misi Katholik pertama didirikan di Laham. Setahun kemudian, wilayah hulu Mahakam ini diserahkan kepada Belanda dengan kompensasi sebesar 12.990 Gulden per tahun kepada Sultan Kutai Kartanegara.

Sultan Alimuddin hanya bertahta dalam kurun waktu 11 tahun saja, beliau wafat pada tahun 1910. Berhubung pada waktu itu putera mahkota Aji Kaget masih belum dewasa, tampuk pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara kemudian dipegang oleh Dewan Perwalian yang dipimpin oleh Aji Pangeran Mangkunegoro.

Sultan A.M Parikesit
Pada tanggal 14 Nopember 1920, Aji Kaget dinobatkan sebagai Sultan Kutai Kartanegara dengan gelar Sultan Aji Muhammad Parikesit. 

Sejak awal abad ke-20, ekonomi Kutai berkembang dengan sangat pesat sebagai hasil pendirian perusahaan Borneo-Sumatra Trade Co. Di tahun-tahun tersebut, kapital yang diperoleh Kutai tumbuh secara mantap melalui surplus yang dihasilkan tiap tahunnya. Hingga tahun 1924, Kutai telah memiliki dana sebesar 3.280.000 Gulden - jumlah yang sangat fantastis untuk masa itu.

Tahun 1936, Sultan A.M. Parikesit mendirikan istana baru yang megah dan kokoh yang terbuat dari bahan beton. Dalam kurun waktu satu tahun, istana tersebut selesai dibangun.

Ketika Jepang menduduki wilayah Kutai pada tahun 1942, Sultan Kutai harus tunduk pada Tenno Heika, Kaisar Jepang. Jepang memberi Sultan gelar kehormatan Koo dengan nama kerajaan Kooti.

Indonesia merdeka pada tahun 1945. Dua tahun kemudian, Kesultanan Kutai Kartanegara dengan status Daerah Swapraja masuk kedalam Federasi Kalimantan Timur bersama-sama daerah Kesultanan lainnya seperti Bulungan, Sambaliung, Gunung Tabur dan Pasir dengan membentuk Dewan Kesultanan. Kemudian pada 27 Desember 1949 masuk dalam Republik Indonesia Serikat.

Daerah Swapraja Kutai diubah menjadi Daerah Istimewa Kutai yang merupakan daerah otonom/daerah istimewa tingkat kabupaten berdasarkan UU Darurat No.3 Th.1953.

Pada tahun 1959, berdasarkan UU No. 27 Tahun 1959 tentang "Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Kalimantan", wilayah Daerah Istimewa Kutai dipecah menjadi 3 Daerah Tingkat II, yakni:
1. Daerah Tingkat II Kutai dengan ibukota Tenggarong.
2. Kotapraja Balikpapan dengan ibukota Balikpapan.
3. Kotapraja Samarinda dengan ibukota Samarinda.

Pada tanggal 20 Januari 1960, bertempat di Gubernuran di Samarinda, A.P.T. Pranoto yang menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Timur, dengan atas nama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia melantik dan mengangkat sumpah 3 kepala daerah untuk ketiga daerah swatantra tersebut, yakni:
1. A.R. Padmo sebagai Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kutai.
2. Kapt. Soedjono sebagai Walikota Kotapraja Samarinda.
3. A.R. Sayid Mohammad sebagai Walikota Kotapraja Balikpapan.

Sehari kemudian, pada tanggal 21 Januari 1960 bertempat di Balairung Keraton Sultan Kutai, Tenggarong diadakan Sidang Khusus DPRD Daerah Istimewa Kutai. Inti dari acara ini adalah serah terima pemerintahan dari Kepala Kepala Daerah Istimewa Kutai, Sultan Aji Muhammad Parikesit kepada Aji Raden Padmo sebagai Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kutai, Kapten Soedjono (Walikota Samarinda) dan A.R. Sayid Mohammad (Walikota Balikpapan). Pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara dibawah Sultan Aji Muhammad Parikesit berakhir, dan beliau pun hidup menjadi rakyat biasa.

Sultan H.A.M Salehudin II
Pada tahun 1999, Bupati Kutai Kartanegara Drs. H. Syaukani HR, MM berniat untuk menghidupkan kembali Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura. Dikembalikannya Kesultanan Kutai ini bukan dengan maksud untuk menghidupkan feodalisme di daerah, namun sebagai upaya pelestarian warisan sejarah dan budaya Kerajaan Kutai sebagai kerajaan tertua di Indonesia. Selain itu, dihidupkannya tradisi Kesultanan Kutai Kartanegara adalah untuk mendukung sektor pariwisata Kalimantan Timur dalam upaya menarik minat wisatawan nusantara maupun mancanegara.

Pada tanggal 7 Nopember 2000, Bupati Kutai Kartanegara bersama Putera Mahkota Kutai H. Aji Pangeran Praboe Anoem Soerja Adiningrat menghadap Presiden RI Abdurrahman Wahid di Bina Graha Jakarta untuk menyampaikan maksud diatas. Presiden Wahid menyetujui dan merestui dikembalikannya Kesultanan Kutai Kartanegara kepada keturunan Sultan Kutai yakni putera mahkota H. Aji Pangeran Praboe.

Pada tanggal 22 September 2001, Putra Mahkota Kesultanan Kutai Kartanegara, H. Aji Pangeran Praboe Anoem Soerya Adiningrat dinobatkan menjadi Sultan Kutai Kartanegara dengan gelar Sultan H. Aji Muhammad Salehuddin II. Penabalan H.A.P. Praboe sebagai Sultan Kutai Kartanegara baru dilaksanakan pada tanggal 22 September 2001.

[+/-] Selengkapnya...

Indonesia Unik

Nah berikut, 5 diantara budaya Indonesia yang terkenal dengan segala adat dan tradisi serta terus dilaksanakan hingga saat ini. Rileks..

1. Upacara Tabuik Sumatera Barat

Berasal dari kata ‘tabut’, dari bahasa Arab yang berarti mengarak, upacara Tabuik merupakan sebuah tradisi masyarakat di pantai barat, Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, dalam kalender Islam.

Konon, Tabuik dibawa oleh penganut Syiah dari timur tengah ke Pariaman, sebagai peringatan perang Karbala. Upacara ini juga sebagai simbol dan bentuk ekspresi rasa duka yang mendalam dan rasa hormat umat Islam di Pariaman terhadap cucu Nabi Muhammad SAW itu. Karena kemeriahan dan keunikan dalam setiap pagelarannya, Pemda setempat pun kemudian memasukkan upacara Tabuik dalam agenda wisata Sumatera Barat dan digelar setiap tahun.

Dua minggu menjelang pelaksanaan upacara Tabuik, warga Pariaman sudah sibuk melakukan berbagai persiapan. Mereka membuat serta aneka penganan, kue-kue khas dan Tabuik. Dalam masa ini, ada pula warga yang menjalankan ritual khusus, yakni puasa.

Selain sebagai nama upacara, Tabuik juga disematkan untuk nama benda yang menjadi komponen penting dalam ritual ini. Tabuik berjumlah dua buah dan terbuat dari bambu serta kayu. Bentuknya berupa binatang berbadan kuda, berkepala manusia, yang tegap dan bersayap. Oleh umatIslam, binatang ini disebut Buraq dan dianggap sebagai binatang gaib. Di punggung Tabuik, dibuat sebuah tonggak setinggi sekitar 15 m. Tabuik kemudian dihiasi dengan warna merah dan warna lainnya dan akan di arak nantinya.

2. Makepung, Balap Kerbau Masyarakat Bali


Kalau Madura punya Kerapan Sapi, maka Bali memiliki Makepung. Dua tradisi yang serupa tapi tak sama, namun menjadi tontonan unik yang segar sekaligus menghibur. yang dalam bahasa Indonesia berarti berkejar-kejaran, adalah tradisi berupa lomba pacu kerbau yang telah lama melekat pada masyarakat Bali, khususnya di Kabupaten Jembrana.

Tradisi ini awalnya hanyalah permainan para petani yang dilakukan di sela-sela kegiatan membajak sawah di musim panen. Kala itu, mereka saling beradu cepat dengan memacu kerbau yang dikaitkan pada sebuah gerobak dan dikendalikan oleh seorang joki.

Makin lama, kegiatan yang semula iseng itu pun berkembang dan makin diminati banyak kalangan. Kini, Makepung telah menjadi salah satu atraksi budaya yang paling menarik dan banyak ditonton oleh wisatawan termasuk para turis asing. Tak hanya itu, lomba pacu kerbau inipun telah menjadi agenda tahunan wisata di Bali dan dikelola secara profesionalSekarang ini, Makepung tidak hanya diikuti oleh kalangan petani saja.

Para pegawai dan pengusaha dari kota pun banyak yang menjadi peserta maupun supporter. Apalagi, dalam sebuah pertarungan besar, Gubernur Cup misalnya, peserta Makepung yang hadir bisa mencapai sekitar 300 pasang kerbau atau bahkan lebih. Suasana pun menjadi sangat meriah dengan hadirnya para pemusik jegog(gamelan khas Bali yang terbuat dari bambu) untuk menyemarakkan suasana lomba.

3. Atraksi Debus Banten

Atraksi yang sangat berbahaya yang biasa kita kenal dengan sebutan Debus, Konon kesenian bela diri debus berasal dari daerah al Madad. Semakin lama seni bela diri ini makin berkembang dan tumbuh besar disemua kalangan masyarakat banten sebagai seni hiburan untuk masyarakat.


Inti pertunjukan masih sangat kental gerakan silat atau beladiri dan penggunaan senjata. Kesenian debus banten ini banyak menggunakan dan memfokuskan di kekebalan seseorang pemain terhadap serangan benda tajam, dan semacam senjata tajam ini disebut dengan debus.

Kesenian ini tumbuh dan berkembang sejak ratusan tahun yang lalu, bersamaan dengan berkembangnya agama islam di Banten. Pada awalnya kesenian ini mempunyai fungsi sebagai penyebaran agama, namun pada masa penjajahan belanda dan pada saat pemerintahan Sultan Agung Tirtayasa. Seni beladiri ini digunakan untuk membangkitkan semangat pejuang dan rakyat banten melawan penjajahan yang dilakukan belanda. Karena pada saat itu kekuatan sangat tidak berimbang, belanda yang mempunyai senjata yang sangat lengkap dan canggih. Terus mendesak pejuang dan rakyat banten, satu satunya senjata yang mereka punya tidak lain adalah warisan leluhur yaitu seni beladiri debus.

4. Karapan sapi Masyarakat Madura Jawa Timur


Karapan sapi yang merupakan perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Madura Jawa Timur, Dalam even karapan sapi para penonton tidak hanya disuguhi adu cepat sapi dan ketangkasan para jokinya, tetapi sebelum memulai para pemilik biasanya melakukan ritual arak-arakan sapi disekelilingi pacuan disertai alat musik seronen perpaduan alat music khas Madura sehingga membuat acara ini menjadi semakin meriah.

Panjang rute lintasan karapan sapi tersebut antara 180 sampai dengan 200 meter, yang dapat ditempuh dalam waktu 14 sd 18 detik. Tentu sangat cepat kecepatan sapi – sapi tersebut, selain kelihaian joki terkadang bamboo yang digunakan untuk menginjak sang joki melayang diudara karena cepatnya kecepatan sapi sapi tersebut.

Untuk memperoleh dan menambah kecepatan laju sapi tersebut sang joki, pangkal ekor sapi dipasangi sabuk yang terdapat penuh paku yang tajam dan sang joki melecutkan cambuknya yang juga diberi duri tajam kearah bokong sapi. Tentu saja luka ini akan membuat sapi berlari lebih kencang, tetapi juga menimbulkan luka disekitar pantat sapi.

Jarak pemenang terkadang selisih sangat tipis, bahkan tidak jarang hanya berjarak 1 sd 2 detik saja. Karapan Sapi dimadura merupakan pagelaran yang sangat unik, selain sudah diwarisi secara turun menurun tradisi ini juga terjaga sampai sekarang. Even ini dijadikan sebagai even pariwisata di Indonesia, dan tidak hanya turis local dari mancanegara pun banyak yang menyaksikan karapan sapi ini.

5. Upacara Kasada Bromo


Upacara Kasada bromo dilakukan oleh masyarakat Tengger yang bermukim di Gunung Bromo Jawa Timur, mereka melakukan ritual ini untuk mengangkat seorang Tabib atau dukun disetiap desa. Agar mereka dapat diangkat oleh para tetua adat, mereka harus bisa mengamalkan dan menghafal mantera mantera.

Beberapa hari sebelum Upacara Kasada bromo dimulai, mereka mengerjakan sesaji sesaji yang nantinya akan dilemparkan ke Kawah Gunung Bromo. Pada malam ke 14 bulan Kasada Masyarakat tengger berbondong bondong dengan membawa ongkek yang berisi sesaji dari berbagai macam hasil pertanian dan ternak. Lalu mereka membawanya ke Pura dan sambil menunggu Dukun sepuh yang dihormati datang mereka kembali menghafal dan melafalkan mantera, tepat tengah malam diadakan pelantikan dukun dan pemberkatan umat dipoten lautan pasir gunung bromo. Bagi masyarakat Tengger, peranan Dukun adalah sangat penting. Karena mereka bertugas memimpin acara – acara ritual, perkawinan dll.

Sebelum lulus mereka diwajibkan lulus ujian dengan cara menghafal dan lancar dalam membaca mantra mantra. Setelah Upacara selesai, ongkek – ongkek yang berisi sesaji dibawa dari kaki gunung bromo ke atas kawah. Dan mereka melemparkan kedalam kawah, sebagai simbol pengorbanan yang dilakukan oleh nenek moyang mereka. Didalam kawah banyak terdapat pengemis dan penduduk tengger yang tinggal dipedalaman, mereka jauh jauh hari datang ke gunung bromo dan mendirikan tempat tinggal dikawah gunung Bromo dengan harapan mereka mendapatkan sesaji yang dilempar.

Penduduk yang melempar sesaji berbagai macam buah buahan dan hasil ternak, mereka menganggapnya sebagai kaul atau terima kasih mereka terhadap tuhan atas hasil ternak dan pertanian yang melimpah. Aktivitas penduduk tengger pedalaman yang berada dikawah gunung bromo.

[+/-] Selengkapnya...